Aphrodite, adalah dewi yunani lambang cinta dan keindahan. Merupakan salah satu mitos dewi terpopuler pada kultur Yunani. Aphrodite sendiri diambil dari kata aphros yang artinya buih lautan. Hal ini disebabkan karena Aphrodite lahir dari organ tubuh Uranus yang dibuang ke lautan dan menjadi buih. Buih ini kemudian berkembang menjadi sosok wanita yang sangat amat cantik dan kemudian dikenal dengan sebutan Aphrodite.
Pada beberapa kebudayaan, Aprhodite dikenal dengan sebutan yang berbeda. Seperti pada kebudayaan Romawi, aphrodite juga disebut Venus. Venus sendiri mempunyai arti yang hampir sama dengan aphrodite yaitu cinta.
Pada perkembangannya, Aphrodite tidak pernah mengalami masa kecil. Ia tumbuh menjadi dewasa, wanita yang peka dan memiliki niat yang begitu kuat akan suatu hal. Dari segi performancenya, Aphrodite memiliki karisma dan kecantikan yang begitu mempesona. Tidak heran jika Aphrodite begitu diinginkan dan disayangi. Karena begitu dipujanya dia, maka diselenggarkanlah sebuah festival Yunani yang dikenal dengan nama “aphrodisia”.
Walaupun aphrodite tidak begitu terkenal dengan ketangguhan fisiknya seperti dewi-dewi yang lain (sebut saja Athena) ia, Aphrodite memiliki kekuatan yang begitu berbeda. Kekuatannya meliputi cinta sangat amat berdampak bagi banyak orang. Salah satu peristiwa paling hebat dari dampak dirinya adalah perang Trojan. Dengan kekuatannya itu ia menghentikan orang-orang yang berusaha untuk membatasi ruang gerak cinta dan keindahan.
Keberadaan Aphrodite sebagai dewi yang begitu cantik hadir dalam berbagai bentuk karya seni. Ia melintasi jenis kesenian kuno sampai modern sekalipun. Hadir dalam berbagai bentuk karya seni, terutama patung dan lukisan. Ia seringkali digambarkan tengah duduk di atas beberapa binatang salah satunya yang terkenal adalah burung. Aphrodite dilukisan sebagai sosok yang diagungkan dan lebih matang ketimbang dewi-dewi lainnya.
Selasa, 24 November 2009
Asal Muasal BIOLA
Asal-usul biola sebenarnya dari mana sih?
Asal muasal alat instrument ini dari dataran spanyol-mauris di abad 8. Kemudian berkembang di abad 16 dengan alat musik yang dinamakan Rebec (sekarang digunakan di Arab, di Indonesia Rebab – alat musik gesek dengan 2-3 senar) dan Fidel (alat musik gesek dengan 5 sampai 7 senar).
Alat musik gesek Biola pertama kali diperkenalkan di Itali, kotaTurin pada tahun 1523. Bentuk biola tersebut dipajang dalam bentuk patung atau skulptur “malaikat kecil bermain biola” di sebuah gereja di Vercelli. Biola pertama itu terdiri dari 3 senar.
Sejak tahun 1540 biola mempunyai 4 senar dengan bentuk yang tidak terlalu berbeda dengan biola sekarang. Jenis biola tersebut berasal dari daerah Itali bagian atas. Oleh karena itu pembuat biola yang terkenal adalah dari Itali, seperti Andrea Amati, Nicola Amati, Gasparo da Salò, Guarnerius del Gesu, Antonio Stradivari. Biola2 dulu yang sudah selesai dibuat, dipergunakan sekarang menjadi Biola Barok. Dan sejak tahun 1950 menjadi semakin banyak dan digunakan untuk pertunjukkan “Musik jaman Barok” (Alte Musik), yang suaranya disesuaikan dengan jaman abad 17 dan 18.
Berjalannya dengan waktu bentuk biola mengalami beberapa perubahan dengan alasan untuk mengembangkan kualitas suaranya. Bentuk biola di abad 19 mempunyai leher biola dan senar yg lebih panjang,punya balkon bass yg lebih kuat, sehingga membuat suaranya lebih kuat dan lebih indah. Selain itu Bow biola juga mengalami perubahan bentuk menjadi lebih lurus, tidak terlalu bengkok seperti bow jaman barok. Fungsinya yaitu mempertinggi volume sehingga bisa bermain keras di ruang Aula yang besar. Memang pembuat biola yang paling terkenal dan yang menjadi patokan pembuat2 biola yang lain adalah Stradivarius. Tapi ia dan pembuat biola lainnya juga mengikuti perubahan bentuk biola tersebut berdasarkan alasan yang sangat mempengaruhi utk perkembangan suara biola. Pengaruh tersebut berasal dari Perancis, yaitu Jean Baptiste Vuillaume.
Read More..
Asal muasal alat instrument ini dari dataran spanyol-mauris di abad 8. Kemudian berkembang di abad 16 dengan alat musik yang dinamakan Rebec (sekarang digunakan di Arab, di Indonesia Rebab – alat musik gesek dengan 2-3 senar) dan Fidel (alat musik gesek dengan 5 sampai 7 senar).
Alat musik gesek Biola pertama kali diperkenalkan di Itali, kotaTurin pada tahun 1523. Bentuk biola tersebut dipajang dalam bentuk patung atau skulptur “malaikat kecil bermain biola” di sebuah gereja di Vercelli. Biola pertama itu terdiri dari 3 senar.
Sejak tahun 1540 biola mempunyai 4 senar dengan bentuk yang tidak terlalu berbeda dengan biola sekarang. Jenis biola tersebut berasal dari daerah Itali bagian atas. Oleh karena itu pembuat biola yang terkenal adalah dari Itali, seperti Andrea Amati, Nicola Amati, Gasparo da Salò, Guarnerius del Gesu, Antonio Stradivari. Biola2 dulu yang sudah selesai dibuat, dipergunakan sekarang menjadi Biola Barok. Dan sejak tahun 1950 menjadi semakin banyak dan digunakan untuk pertunjukkan “Musik jaman Barok” (Alte Musik), yang suaranya disesuaikan dengan jaman abad 17 dan 18.
Berjalannya dengan waktu bentuk biola mengalami beberapa perubahan dengan alasan untuk mengembangkan kualitas suaranya. Bentuk biola di abad 19 mempunyai leher biola dan senar yg lebih panjang,punya balkon bass yg lebih kuat, sehingga membuat suaranya lebih kuat dan lebih indah. Selain itu Bow biola juga mengalami perubahan bentuk menjadi lebih lurus, tidak terlalu bengkok seperti bow jaman barok. Fungsinya yaitu mempertinggi volume sehingga bisa bermain keras di ruang Aula yang besar. Memang pembuat biola yang paling terkenal dan yang menjadi patokan pembuat2 biola yang lain adalah Stradivarius. Tapi ia dan pembuat biola lainnya juga mengikuti perubahan bentuk biola tersebut berdasarkan alasan yang sangat mempengaruhi utk perkembangan suara biola. Pengaruh tersebut berasal dari Perancis, yaitu Jean Baptiste Vuillaume.
Sabtu, 21 November 2009
Nasihat dari Sang "New Year"
Seekor lalat bersama keluarganya memutuskan untuk pindah ke dalam telinga seekor gajah.
"Tuan Gajah, kami sekeluarga bermaksud pindah ke telingamu. Tolong dipertimbangkan apakah kami bisa pindah atau tidak? Kami harap minggu depan sudah dapat kami terima kabarnya," tutur lalat.
Gajah yang bahkan tidak sadar akan kehadiran si lalat hanya bersikap tenang-tenang saja, hingga setelah menunggu selama satu minggu, lalat pun masuk ke telinga gajah, karena yakin bahwa si gajah pasti tidak keberatan.
Sebulan kemudian ibu lalat berpendapat, telinga gajah bukan tempat sehat untuk hidup sehingga dia mendesak suaminya untuk keluar dari telinga gajah. Lalat jantan meminta kepada istrinya untuk bersabar dan mau tetap tinggal di telinga gajah ini sekurang-kurangnya satu bulan, sebab ia tidak ingin menyinggung perasaan gajah.
Akan tetapi, istri si lalat terus memaksa. Akhirnya, lalat jantan mengatakan dengan sangat hati-hati maksud kepindahannya kepada gajah. "Tuan Gajah, kami bermaksud pindah ke tempat lain. Ini tentu saja bukan karena Anda, sebab telinga Anda itu luas dan hangat. Ini hanya karena istriku lebih senang hidup bertetangga dengan temannya di kaki kerbau. Kalau Anda keberatan kami pergi, beritahukanlah dalam waktu satu minggu ini."
Sang Gajah kembali tidak berkata apa-apa, maka lalat pun pindah rumah dengan hati tenang.
Perpindahan berlangsung dari tahun ke tahun, tetapi alam tampaknya tidak menggubris proses perpindahan tersebut. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan dan tahun terus berputar, alam seakan seperti gajah dalam ilustrasi di atas seakan-akan tidak tahu & tidak mau tahu.
Manusia yang terkadang berubah-ubah dalam merespon pergantian tahun. Ada yang penuh sujud syukur ketika memasuki detik-detik pergantian tahun, ada yang penuh dengan sorak sorai & pesta, ada pula yang terlelap dalam buaian kenikmatan semu mumpung malam tahun baru. Di pihak lain, begitu banyak orang yang duduk dalam keheningan untuk melihat dengan jernih seraya mengharap bimbingan Yang Maha Kuasa dalam memasuki tahun depan.
Fenomena yang terjadi, ketika memasuki perpindahan tahun, terompet bersiap untuk ditiup dengan sorak-sorai dan gemuruh. Selang beberapa jam kemudian, sampah-sampah hasil pesta malam tahun baru yang berserakan tampak di belantara lapangan dan jalan-jalan. Bukankah ini menunjukkan bahwa peristiwa pergantian tahun hanya merupakan fenomena sesaat yang memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah sebabnya orang secara tidak sadar telah menghamburkan sekian banyak uang untuk menikmati perpindahan tahun tersebut.
Bukan Tahun Barunya yang penting, tetapi bagaimana setiap manusia mulai menata ulang sikap mentalnya untuk memasuki tahun baru.
Tahun Baru berarti memiliki cara pandang yang baru dan suci dalam upaya dan usaha memperoleh sesuatu yang baru. Tahun Baru juga berarti mengasah kompetensi diri dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru. Jangan sampai seperti seorang pembelah kayu yang terus menerus menyia-nyiakan waktu dan tenaganya untuk membelah kayu dengan kapak tumpul, karena tidak punya cukup waktu untuk berhenti dan mengasah kapak itu.
Tahun Baru bermakna menemukan JATI DIRI yang sesungguhnya tentang makna KEHIDUPAN dan ARTI HIDUP sehingga HIDUP ini dapat MEMBERI MANFAAT BAGI SEMUA.
Read More..
"Tuan Gajah, kami sekeluarga bermaksud pindah ke telingamu. Tolong dipertimbangkan apakah kami bisa pindah atau tidak? Kami harap minggu depan sudah dapat kami terima kabarnya," tutur lalat.
Gajah yang bahkan tidak sadar akan kehadiran si lalat hanya bersikap tenang-tenang saja, hingga setelah menunggu selama satu minggu, lalat pun masuk ke telinga gajah, karena yakin bahwa si gajah pasti tidak keberatan.
Sebulan kemudian ibu lalat berpendapat, telinga gajah bukan tempat sehat untuk hidup sehingga dia mendesak suaminya untuk keluar dari telinga gajah. Lalat jantan meminta kepada istrinya untuk bersabar dan mau tetap tinggal di telinga gajah ini sekurang-kurangnya satu bulan, sebab ia tidak ingin menyinggung perasaan gajah.
Akan tetapi, istri si lalat terus memaksa. Akhirnya, lalat jantan mengatakan dengan sangat hati-hati maksud kepindahannya kepada gajah. "Tuan Gajah, kami bermaksud pindah ke tempat lain. Ini tentu saja bukan karena Anda, sebab telinga Anda itu luas dan hangat. Ini hanya karena istriku lebih senang hidup bertetangga dengan temannya di kaki kerbau. Kalau Anda keberatan kami pergi, beritahukanlah dalam waktu satu minggu ini."
Sang Gajah kembali tidak berkata apa-apa, maka lalat pun pindah rumah dengan hati tenang.
Perpindahan berlangsung dari tahun ke tahun, tetapi alam tampaknya tidak menggubris proses perpindahan tersebut. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan dan tahun terus berputar, alam seakan seperti gajah dalam ilustrasi di atas seakan-akan tidak tahu & tidak mau tahu.
Manusia yang terkadang berubah-ubah dalam merespon pergantian tahun. Ada yang penuh sujud syukur ketika memasuki detik-detik pergantian tahun, ada yang penuh dengan sorak sorai & pesta, ada pula yang terlelap dalam buaian kenikmatan semu mumpung malam tahun baru. Di pihak lain, begitu banyak orang yang duduk dalam keheningan untuk melihat dengan jernih seraya mengharap bimbingan Yang Maha Kuasa dalam memasuki tahun depan.
Fenomena yang terjadi, ketika memasuki perpindahan tahun, terompet bersiap untuk ditiup dengan sorak-sorai dan gemuruh. Selang beberapa jam kemudian, sampah-sampah hasil pesta malam tahun baru yang berserakan tampak di belantara lapangan dan jalan-jalan. Bukankah ini menunjukkan bahwa peristiwa pergantian tahun hanya merupakan fenomena sesaat yang memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah sebabnya orang secara tidak sadar telah menghamburkan sekian banyak uang untuk menikmati perpindahan tahun tersebut.
Bukan Tahun Barunya yang penting, tetapi bagaimana setiap manusia mulai menata ulang sikap mentalnya untuk memasuki tahun baru.
Tahun Baru berarti memiliki cara pandang yang baru dan suci dalam upaya dan usaha memperoleh sesuatu yang baru. Tahun Baru juga berarti mengasah kompetensi diri dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru. Jangan sampai seperti seorang pembelah kayu yang terus menerus menyia-nyiakan waktu dan tenaganya untuk membelah kayu dengan kapak tumpul, karena tidak punya cukup waktu untuk berhenti dan mengasah kapak itu.
Tahun Baru bermakna menemukan JATI DIRI yang sesungguhnya tentang makna KEHIDUPAN dan ARTI HIDUP sehingga HIDUP ini dapat MEMBERI MANFAAT BAGI SEMUA.
Makna Hari Valentine
Seumur-umur... baik dalam keadaan punya pacar maupun jomblo, saya nggak pernah merayakan Hari Valentine, yang katanya hari cinta itu. Well... walaupun saya juga sepenuhnya paham bahwa cinta nggak melulu cuma di antara seorang laki-laki dan perempuan, namun makna cinta itu jauh lebih luas daripada sekedar "cinta" antara cowok dan cewek. Cinta di antara sesama manusia dan mahluk hidup lainnya.
Namun tahun ini saya berintensi untuk merayakan Hari Valentine, bukan dengan fancy candle light dinner or whatever... I just want to make this Valentine's Day as a day to ponder. Merenungkan tentang makna cinta.
Begitu banyak cinta yang telah saya terima selama hampir tiga puluh tahun menjalani kehidupan di dunia ini. Cinta yang tak terhitung dari Tuhan, dari orang tua, dari kakak dan adik, dari sahabat-sahabat, dan sebagainya, dan sebagainya. Namun apakah cinta yang saya berikan seimbang dengan apa yang telah saya terima? Itu yang ingin saya renungkan…
Lepas dari itu semua, Hari Valentine diperingati pertama kali pada tanggal 14 Februari 1485, di mana pada saat itu Keuskupan Roma meresmikan tanggal 14 Februari sebagai peringatan terhadap kematian sahid St. Valentine, seorang calon uskup Kerajaan Roma pada tahun 143M. St. Valentine meninggal karena dihukum mati guna meredakan kekacauan yang ditimbulkan oleh St. Valentine disebabkan oleh perjuangan humanismenya.
Pada masa itu, St. Valentine memperjuangkan kesetaraan kelas. Pada masa itu, masyarakat darah biru nggak boleh menikahi rakyat jelata, dan hal itulah yang diperjuangkan oleh St. Valentine, yaitu legalitas pernikahan antar-kelas sosial.
Dalam opini saya, inti perjuangan St. Valentine adalah ia ingin berteriak kepada dunia bahwa cinta harus bisa mengalahkan batas kelas sosial. Yang ia teriakkan adalah humanisme, sebuah jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya keluar dari jalan umum dalam isyu-isyu yang berhubungan dengan manusia. Dan saat ini, perjuangan St. Valentine nggak sia-sia. Perjuangan telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisional yang berlaku di masa itu.
Kembali ke soal perenungan saya tadi, at the end… the love we take is equal to the love we make. Perjuangan dan kemartiran St. Valentine telah diganjar dengan peringatan terhadap hari kematiannya. Peringatan yang mula-mula hanya terjadi di kalangan Keuskupan Roma, kini menjalar ke seluruh muka bumi. Nama St. Valentine diabadikan dan dijadikan merek untuk tanggal 14 Februari, dan seluruh umat manusia di bumi mengenalnya, merayakannya… walaupun banyak juga yang menyalahartikan makna Hari Valentine.
Jika saya (dan kamu) merasa bahwa kita telah menerima banyak cinta, bersyukurlah… karena itu berarti kita juga telah memberikan banyak cinta. Dan jika kita merasa nggak banyak menerima cinta, renungkanlah… karena itu bisa berarti dua hal. Apa saja? Pertama: kita juga nggak banyak menyebar cinta. Kedua: sebenarnya banyak cinta yang kita terima, but we are simply ungrateful.
Read More..
Namun tahun ini saya berintensi untuk merayakan Hari Valentine, bukan dengan fancy candle light dinner or whatever... I just want to make this Valentine's Day as a day to ponder. Merenungkan tentang makna cinta.
Begitu banyak cinta yang telah saya terima selama hampir tiga puluh tahun menjalani kehidupan di dunia ini. Cinta yang tak terhitung dari Tuhan, dari orang tua, dari kakak dan adik, dari sahabat-sahabat, dan sebagainya, dan sebagainya. Namun apakah cinta yang saya berikan seimbang dengan apa yang telah saya terima? Itu yang ingin saya renungkan…
Lepas dari itu semua, Hari Valentine diperingati pertama kali pada tanggal 14 Februari 1485, di mana pada saat itu Keuskupan Roma meresmikan tanggal 14 Februari sebagai peringatan terhadap kematian sahid St. Valentine, seorang calon uskup Kerajaan Roma pada tahun 143M. St. Valentine meninggal karena dihukum mati guna meredakan kekacauan yang ditimbulkan oleh St. Valentine disebabkan oleh perjuangan humanismenya.
Pada masa itu, St. Valentine memperjuangkan kesetaraan kelas. Pada masa itu, masyarakat darah biru nggak boleh menikahi rakyat jelata, dan hal itulah yang diperjuangkan oleh St. Valentine, yaitu legalitas pernikahan antar-kelas sosial.
Dalam opini saya, inti perjuangan St. Valentine adalah ia ingin berteriak kepada dunia bahwa cinta harus bisa mengalahkan batas kelas sosial. Yang ia teriakkan adalah humanisme, sebuah jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya keluar dari jalan umum dalam isyu-isyu yang berhubungan dengan manusia. Dan saat ini, perjuangan St. Valentine nggak sia-sia. Perjuangan telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisional yang berlaku di masa itu.
Kembali ke soal perenungan saya tadi, at the end… the love we take is equal to the love we make. Perjuangan dan kemartiran St. Valentine telah diganjar dengan peringatan terhadap hari kematiannya. Peringatan yang mula-mula hanya terjadi di kalangan Keuskupan Roma, kini menjalar ke seluruh muka bumi. Nama St. Valentine diabadikan dan dijadikan merek untuk tanggal 14 Februari, dan seluruh umat manusia di bumi mengenalnya, merayakannya… walaupun banyak juga yang menyalahartikan makna Hari Valentine.
Jika saya (dan kamu) merasa bahwa kita telah menerima banyak cinta, bersyukurlah… karena itu berarti kita juga telah memberikan banyak cinta. Dan jika kita merasa nggak banyak menerima cinta, renungkanlah… karena itu bisa berarti dua hal. Apa saja? Pertama: kita juga nggak banyak menyebar cinta. Kedua: sebenarnya banyak cinta yang kita terima, but we are simply ungrateful.